MAKALAH TRADISI KLIWONAN DI KABUPATEN BATANG
oleh :
Lis Iga Rosika,
Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa,
Fakultas Bahasa dan Seni,
Universitas Negeri Semarang
Lis Iga Rosika,
Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa,
Fakultas Bahasa dan Seni,
Universitas Negeri Semarang
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Keanekaragaman
kebudayaan pada setiap suku bangsa di indonesia menunjukkan kekayaan kebudayaan
Nusantara. Masing–masing daerah di Indonasia memiliki corak kebudayaan yang
berbeda–beda. Kebudayaan daerah adalah akar dari kebudayaan nasional. Oleh
karena itu kebudayaan daerah harus dilestarikan dan dipertahankan. Salah satu
usaha untuk mempertahankan kebudayaan daerah adalah melalui pelestarian
folklor. Folklor sebagai sumber informasi kebudayaan daerah tidak bisa
diabaikan dalam usaha menggali nilai- nilai dan keyakinan yang tumbuh dalam
suatu masyarakat.
Jika
dilihat dari segi kebudayaan upacara atau ritual adat merupakan wujud kegiatan
religi atau kepercayaan. Dalam masyarakat Jawa ”Kliwonan” merupakan rangkaian
upacara adat yang sampai sekarang masih dilaksanakan. ”Kliwonan” adalah upacara
adat pada malam Jumat kliwon untuk tolak bala atau menolak bala yang
diselenggarakan masyarakat batang. Di
kalangan masyarakat Jawa yang masih kental dengan budaya dan mistik terdapat
banyak upacara ritual, salah satunya diantaranya adalah upacara ritual. ”Kliwonan” dikatakan sebagai ritual karena dilakukan
secara tetap pada waktu tertentu, tidak berubah waktunya dan dilangsungkan
secara turun-temurun. Kata Kliwon
berarti: nama pasaran dalam
penanggalan Jawa . Kliwonan adalah ritual sakral dengan tujuan untuk
membebaskan, membersihkan diri dari
sesuatu yang dipandang tidak baik atau
buruk serta jahat. Tradisi kliwonan tak
khayal mendatangkan dampak dan asumsi masyarakat. Berdasarkan hal tersebut,
saya menyusun makalah yang berjudul “Eksistensi Tradisi Kliwonan di Era Posmodern dan Dampaknya bagi
Masyarakat Batang ”ini. Di dalam makalah ini saya akan mengupas secara singkat
tradisi kliwonan yang hingga kini masih hidup dalam masyarakat Jawa. Dengan adanya makalah ini dimaksudkan
untuk memperoleh gambaran tentang tradisi kliwonan yang merupakan salah satu
bentuk dari budaya spiritual, yaitu budaya berserah diri, memohon, menyembah
serta membangun upaya untuk meraih keselamatan hidup yang telah lama menjadi
ciri dalam kehidupan masyarakat Jawa.
B. Rumusan
Masalah
Dalam makalah ini saya akan membahas
tentang :
1. Bagaimana
sejarah dan mitos adanya pasar Kliwonan di Kabupaten Batang ?
2. Apakah
tujuan masyarakat melaksanakan tradisi kliwonan ?
3. Bagaimanakah
pelaksanaan dan dampak Tradisi Pasar Kliwonan terhadap upaya pemberdayaan
masyarakat Kabupaten Batang?
C. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk
mengetahui sejarah dan mitos adanya pasar Kliwonan di Kabupaten Batang.
2. Untuk
mengetahui tujuan masyarakat melaksanakan tradisi Kliwonan.
3. Untuk
mengetahui pelaksanaan dan dampak Tradisi Pasar Kliwonan terhadap upaya
pemberdayaan masyarakat Kabupaten Batang.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Sejarah dan mitos pasar Kliwonan
Tradisi malam Jumat Kliwon atau yang
lebih dikenal dengan sebutan Kliwonan berkaitan dengan cerita
rakyat atau legenda dari daerah setempat yaitu Kabupaten Batang. Pada mulanya
tradisi ini diadakan dengan maksud untuk mengenang jasa leluhur dan nenek
moyang Batang yang dulunya
telahmembangun daerah Batang. Tradisi Kliwonan yang dulunya digunakan untuk
ajang melakukan ritual-ritual sederhana kemudian berkembang seperti
sekarangini. Kliwonan di daerah Batang mengalami perubahan dari bentuk dan
fungsi yang secara sesungguhnya. Pada awalnya Tradisi Kliwonan merupakan sarana
atau tempat pengobatan bagi orang sakit. Seiring dengan perkembangan masyarakat
yang mencakup multi dimensi, tradisi Kliwonan mengalami perubahan fungsi menjadi
sebuah pasar yang sering disebut dengan pasar kliwonan. Tradisi kliwonan ini
diselenggarakan di alun-alun Kota Batang setiap 35 hari sekali atau disebut
selapan dina menurut perhitungan Jawa tepatnya pada malam Jumat Kliwon.
Sanksi apabila tradisi kliwonan tidak dilaksanakan adalah sanksi alam. Masyarakat mempercayai hal itu sebagai kemarahan nenek moyang mereka dan juga pohon beringin yang marah karena ini berbau mistis. Tetapi suatu kali pernah pada jaman dahulu dan tidak diketahui pada tahun berapa, bahwa pohon beringin di tengah alun-alun kota Batang meledak atau terdengar suara ledakan. Kemudian masyarakat di sekitar menghampiri sumber suara ledakan tersebut adalah seperti petasan atau mercon, tetapi di tempat tersebut tidak ada bekas kertas-kertas atau sisa-sisa ledakan petasan. Maka dari itu masyarakat mempercayai hal tersebut sebagai kemarahan pohon beringin. Peristiwa tersebut terjadi setelah suatu saat tradisi Kliwonan atau pasar malam tidak dilaksanakan, dan pernah ada rencana dari pemerintah setempat akan memindahkan lokasi penyelenggaraan tradisi Kliwonan di lapangan Dracik Kelurahan Proyonanggan Selatan Kecamatan Batang. Di tempat lapangan Dracik diharapkan dapat menghindari kemacetan,karena termasuk daerah yang sepi.
Hal tersebut kemudian memberatkan para pedagang yang berjualan di pasar Kliwonan, karena dianggap terlalu jauh darijalan raya apalagi para pedagang yang berjualan di Kliwonan, karena dianggap terlalu jauh akhirnya oleh masyarakat setempat dipercaya bahwa leluhur dan juga pohon beringin tidak setuju jika lokasi penyelenggaraan Kliwonan dipindahkan apalagi ditiadakan. Namun ada atau tidaknya kepercayaan dan mitos tersebut tidak merugikan masyarakat pendukung maupun pemerintah setempat, karena tradisi Kliwonan tetap tertib dan lancar seperti sebagaimana adanya hingga sekarang ini.Mitos lainnya adalah tentang keberadaan makhluk halus yang ikut meramaikan tradisi Kliwonan. Dalam hal ini juga tidak ada penjelasan secarakhusus, karena hal ini menyangkut di luar nalar manusia. Konon makhluk halus tersebut beramai-ramai datang ke Kliwonan dengan menjelma menjadi manusia biasa. Ada pengakuan dari beberapa masyarakat pendukung yang membenarkan keberadaan makhluk halus tersebut. Tetapi mereka (makhluk halus) tidak mengganggu jalannya tradisi Kliwonan, terbukti dengan adanya tradisi tetap berjalan dengan lancar dan tanpa ada kendala.
Sanksi apabila tradisi kliwonan tidak dilaksanakan adalah sanksi alam. Masyarakat mempercayai hal itu sebagai kemarahan nenek moyang mereka dan juga pohon beringin yang marah karena ini berbau mistis. Tetapi suatu kali pernah pada jaman dahulu dan tidak diketahui pada tahun berapa, bahwa pohon beringin di tengah alun-alun kota Batang meledak atau terdengar suara ledakan. Kemudian masyarakat di sekitar menghampiri sumber suara ledakan tersebut adalah seperti petasan atau mercon, tetapi di tempat tersebut tidak ada bekas kertas-kertas atau sisa-sisa ledakan petasan. Maka dari itu masyarakat mempercayai hal tersebut sebagai kemarahan pohon beringin. Peristiwa tersebut terjadi setelah suatu saat tradisi Kliwonan atau pasar malam tidak dilaksanakan, dan pernah ada rencana dari pemerintah setempat akan memindahkan lokasi penyelenggaraan tradisi Kliwonan di lapangan Dracik Kelurahan Proyonanggan Selatan Kecamatan Batang. Di tempat lapangan Dracik diharapkan dapat menghindari kemacetan,karena termasuk daerah yang sepi.
Hal tersebut kemudian memberatkan para pedagang yang berjualan di pasar Kliwonan, karena dianggap terlalu jauh darijalan raya apalagi para pedagang yang berjualan di Kliwonan, karena dianggap terlalu jauh akhirnya oleh masyarakat setempat dipercaya bahwa leluhur dan juga pohon beringin tidak setuju jika lokasi penyelenggaraan Kliwonan dipindahkan apalagi ditiadakan. Namun ada atau tidaknya kepercayaan dan mitos tersebut tidak merugikan masyarakat pendukung maupun pemerintah setempat, karena tradisi Kliwonan tetap tertib dan lancar seperti sebagaimana adanya hingga sekarang ini.Mitos lainnya adalah tentang keberadaan makhluk halus yang ikut meramaikan tradisi Kliwonan. Dalam hal ini juga tidak ada penjelasan secarakhusus, karena hal ini menyangkut di luar nalar manusia. Konon makhluk halus tersebut beramai-ramai datang ke Kliwonan dengan menjelma menjadi manusia biasa. Ada pengakuan dari beberapa masyarakat pendukung yang membenarkan keberadaan makhluk halus tersebut. Tetapi mereka (makhluk halus) tidak mengganggu jalannya tradisi Kliwonan, terbukti dengan adanya tradisi tetap berjalan dengan lancar dan tanpa ada kendala.
1.
Tujuan Pelaksanaan Tradisi Kliwonan
Masyarakat Batang melakukan tradisi Kliwonan dalam rangka untuk mengenang pendahulu mereka yaitu Bahurekso yang telah
membabad atau membuka daerah Batang. Salah satu alasan mengapa dilaksanakannya
tradisi inipada hari Jumat Kliwon, karena pada hari tersebut Bahurekso bertapa
untuk mendapatkan kekuatan, sehingga dipercaya oleh para keturunannya bahwa
padahari itu merupakan hari yang keramat. Selain untuk mengenang jasa leluhur masyarakat
batang, tradisi Kliwonan juga digunakan untuk media ngalap berkah(mencari
berkah), di antranya yaitu mencari jodoh, sarana pengobatan, mencarikeuntungan
dalam berdagang. Jadi yang dimaksud dengan ngalap, berkah dalam tradisi
Kliwonan itu meliputi ritual sebagai sarana pengobatan (guling-guling,mandi,
membuang pakaian), berdagang untuk mencari berkah, berkah dari makan Gemblong
dan Klepon, mencari jodoh dan lain-lain. Seiring dengan perkembangan jaman
tradisi Kliwonan ini pun mulai
berkembang dan kemudian mulai berbentuk seperti pasar malam.
Kini maksud dan tujuan melaksanakan tradisi Kliwonan pun mulai bertambah
yaitu ingin mencari rezeki bagi para pedagang di tengah keramaian dan para
pengunjung yang sekedarberjalan-jalan untuk mencari kesenangan di tengah
keramaian kota atau membeli barang yang ingin dibeli di pasar malam tradisi Kliwonan.Masih ada
sebagian masyarakat pendukung tradisi yang melakukan ritual penyembuhan penyakit bagi anak kecil
dan beberapa muda-mudi yang sedang mencari jodoh yaitu dengan cara mencari
kenalan dengan sesama pengunjung yang masih muda. Jadi dalam tradisi Kliwonan
ini masyarakat pendukung Kliwonan pada umumnya hanya ingin mencari hiburan pada
tradisi tersebut, atau memang sengaja ingin membeli barang yang diinginkan dan
kepercayaan parapedagang terhadap berkah berdagang di pasar malam Kliwonan.
2.
Pelaksanaan dan Dampak Tradisi Pasar
Kliwonan terhadap Upaya Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Batang.
Pelaksanaan
Tradisi Kliwonan sudah dilaksanakan sejak jaman dahulu. Hingga sampai Posmodern
seperti ini pun masih dilaksanakan. Tradisi kliwonan ini diselenggarakan di
alun-alun Kota Batang setiap 35 hari sekali atau disebut selapan dina menurut
perhitungan Jawa tepatnya pada malam Jumat Kliwon.
Dulunya malam Jumat Kliwon
digunakan untuk pengobatan/penyembuhan bagi masyarakat yang terkena guna-guna
atau sakit. Seiring berlalunya waktu, maka terjadi pergeseran fungsi yang cukup
drastis. Hal ini dikarenakan masyarakat sudah banyak yang beralih ke pengobatan
yang lebih modern dan semakin banyaknya orang yang berjualan di malam Jumat
Kliwon, sehingga mengganggu kesakralan kegiatan pengobatan. Sekarang pada malam
Jumat Kliwon berlangsung pasar malam yang menjadi tempat bagi pedagang untuk
mencari penghasilan. Adanya tradisi Pasar Kliwonan yang berlangsung setiap
bulan secara tidak langsung telah menimbulkan dampak bagi upaya pemberdayaan
masyarakat. Umumnya dampak yang ditimbulkan berupa dampak positif yang berupa
peningkatan kesejahteraan dan adanya kesempatan bagi masyarakat untuk
memberdayakan dirinya. Kalaupun ada dampak negatif, itu terjadi hanya saat
pelaksanaan Tradisi Pasar Kliwonan berlangsung.
Pelaksanan
Tradisi Pasar Kliwonan dapat dikatakan sebagai salah satu upaya pemberdayaan.
Hal ini dikarenakan Pasar Kliwonan menjadi sarana untuk memberdayakan diri agar
kesejahteraan hidup masyarakat dapat meningkat. Adanya dampak yang ditimbulkan
oleh pelaksanaan Tradisi Pasar Kliwonan merupakan sesuatu yang biasa. Dampak
positif yang ada dapat kita ambil manfaatnya, dan dampak negatif kita
tinggalkan. Sehingga pelaksanaan Tradisi Pasar Kliwonan benar-benar bermanfaat
bagi upaya pemberdayaan masyarakat Kabupaten batang. Semua pihak yang terkait
dapat saling membantu agar pelaksanaan Pasar Kliwonan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sehingga tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud.
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa :
1.
Tradisi malam Jumat Kliwon atau yang
lebih dikenal dengan sebutan Kliwonan berkaitan dengan cerita
rakyat atau legenda dari daerah setempat yaitu Kabupaten Batang. Seiring dengan
perkembangan masyarakat yang mencakup multi dimensi, tradisi Kliwonan mengalami
perubahan fungsi menjadi sebuah pasar yang sering disebut dengan pasar
kliwonan. Sanksi apabila tradisi kliwonan
tidak dilaksanakan adalah sanksi alam. Masyarakat mempercayai hal itu sebagai
kemarahan nenek moyang mereka dan juga pohon beringin yang marah karena ini
berbau mistis.
2.
Masyarakat Batang melakukan tradisi Kliwonan bertujuan
untuk mengenang pendahulu mereka yaitu Bahurekso yang telah membabad
atau membuka daerah Batang. Selain untuk
mengenang jasa leluhur masyarakat batang, tradisi Kliwonan juga digunakan untuk
media ngalap berkah (mencari berkah), di antranya yaitu mencari jodoh, sarana
pengobatan, mencarikeuntungan dalam berdagang.
3. Tradisi
kliwonan ini diselenggarakan di alun-alun Kota Batang setiap 35 hari sekali
atau disebut selapan dina menurut perhitungan Jawa tepatnya pada malam Jumat
Kliwon.
Sekarang pada malam Jumat Kliwon berlangsung pasar malam
yang menjadi tempat bagi pedagang untuk mencari penghasilan. Adanya tradisi
Pasar Kliwonan yang berlangsung setiap bulan secara tidak langsung telah
menimbulkan dampak bagi upaya pemberdayaan masyarakat, baik dampak negatif
maupun negatif.
dampak negatif, itu terjadi hanya
saat pelaksanaan Tradisi Pasar Kliwonan berlangsung. Sedangkan dampak
positifnya adalah Pasar Kliwonan menjadi sarana untuk memberdayakan diri agar kesejahteraan hidup
masyarakat dapat meningkat.
B. Saran
Berdasarkan simpulan di atas, saya
menyarankan kepada pembaca bahwa :
1.
Dampak positif yang ada dapat kita ambil
manfaatnya, dan dampak negatif kita tinggalkan. Sehingga pelaksanaan Tradisi
Pasar Kliwonan benar-benar bermanfaat bagi upaya pemberdayaan masyarakat
Kabupaten batang.
2.
Semua pihak yang terkait dapat saling
membantu agar pelaksanaan Pasar Kliwonan
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga tujuan yang ingin dicapai
dapat terwujud.
3.
Kita sebagai bangsa Indonesia harus
senantiasa saling menghormati keberagaman budaya yang ada di Indonesia terutama
pada Era Postmodern seperti saat ini.
DAFTAR PUSTAKA