Selasa, 16 Desember 2014

MAKALAH TRADISI KLIWONAN DI KABUPATEN BATANG
oleh :
Lis Iga Rosika,
Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa,
Fakultas Bahasa dan Seni, 
Universitas Negeri Semarang



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
          Keanekaragaman kebudayaan pada setiap suku bangsa di indonesia menunjukkan kekayaan kebudayaan Nusantara. Masing–masing daerah di Indonasia memiliki corak kebudayaan yang berbeda–beda. Kebudayaan daerah adalah akar dari kebudayaan nasional. Oleh karena itu kebudayaan daerah harus dilestarikan dan dipertahankan. Salah satu usaha untuk mempertahankan kebudayaan daerah adalah melalui pelestarian folklor. Folklor sebagai sumber informasi kebudayaan daerah tidak bisa diabaikan dalam usaha menggali nilai- nilai dan keyakinan yang tumbuh dalam suatu masyarakat.
          Jika dilihat dari segi kebudayaan upacara atau ritual adat merupakan wujud kegiatan religi atau kepercayaan. Dalam masyarakat Jawa ”Kliwonan” merupakan rangkaian upacara adat yang sampai sekarang masih dilaksanakan. ”Kliwonan” adalah upacara adat pada malam Jumat kliwon untuk tolak bala atau menolak bala yang diselenggarakan masyarakat batang.  Di kalangan masyarakat Jawa yang masih kental dengan budaya dan mistik terdapat banyak upacara ritual, salah satunya diantaranya adalah upacara ritual. ”Kliwonan”  dikatakan sebagai ritual karena dilakukan secara tetap pada waktu tertentu, tidak berubah waktunya dan dilangsungkan secara turun-temurun. Kata Kliwon  berarti:  nama pasaran dalam penanggalan Jawa . Kliwonan adalah ritual sakral dengan tujuan untuk membebaskan, membersihkan  diri dari sesuatu yang dipandang  tidak baik atau buruk serta jahat.  Tradisi kliwonan tak khayal mendatangkan dampak dan asumsi masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, saya menyusun makalah yang berjudul “Eksistensi Tradisi Kliwonan  di Era Posmodern dan Dampaknya bagi Masyarakat Batang ”ini. Di dalam makalah ini saya akan mengupas secara singkat tradisi kliwonan yang hingga kini masih hidup dalam masyarakat  Jawa. Dengan adanya makalah ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang tradisi kliwonan yang merupakan salah satu bentuk dari budaya spiritual, yaitu budaya berserah diri, memohon, menyembah serta membangun upaya untuk meraih keselamatan hidup yang telah lama menjadi ciri dalam kehidupan masyarakat Jawa.




B.  Rumusan Masalah
Dalam makalah ini saya akan membahas tentang :
1.    Bagaimana sejarah dan mitos adanya pasar Kliwonan di Kabupaten Batang ?
2.    Apakah tujuan masyarakat melaksanakan tradisi kliwonan ?
3.    Bagaimanakah pelaksanaan dan dampak Tradisi Pasar Kliwonan terhadap upaya pemberdayaan masyarakat Kabupaten Batang?
C.  Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah :
1.    Untuk mengetahui sejarah dan mitos adanya pasar Kliwonan di Kabupaten Batang.
2.    Untuk mengetahui tujuan masyarakat melaksanakan tradisi Kliwonan.
3.    Untuk mengetahui pelaksanaan dan dampak Tradisi Pasar Kliwonan terhadap upaya pemberdayaan masyarakat Kabupaten Batang.


BAB II
PEMBAHASAN

1.        Sejarah dan mitos pasar Kliwonan
                 Tradisi malam Jumat Kliwon atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kliwonan berkaitan dengan cerita rakyat atau legenda dari daerah setempat yaitu Kabupaten Batang. Pada mulanya tradisi ini diadakan dengan maksud untuk mengenang jasa leluhur dan nenek moyang  Batang yang dulunya telahmembangun daerah Batang. Tradisi Kliwonan yang dulunya digunakan untuk ajang melakukan ritual-ritual sederhana kemudian berkembang seperti sekarangini. Kliwonan di daerah Batang mengalami perubahan dari bentuk dan fungsi yang secara sesungguhnya. Pada awalnya Tradisi Kliwonan merupakan sarana atau tempat pengobatan bagi orang sakit. Seiring dengan perkembangan masyarakat yang mencakup multi dimensi, tradisi Kliwonan mengalami perubahan fungsi menjadi sebuah pasar yang sering disebut dengan pasar kliwonan. Tradisi kliwonan ini diselenggarakan di alun-alun Kota Batang setiap 35 hari sekali atau disebut selapan dina menurut perhitungan Jawa tepatnya pada malam Jumat Kliwon.

                Sanksi apabila tradisi kliwonan tidak dilaksanakan adalah sanksi alam. Masyarakat mempercayai hal itu sebagai kemarahan nenek moyang mereka dan juga pohon beringin yang marah karena ini berbau mistis. Tetapi suatu kali pernah pada jaman dahulu dan tidak diketahui pada tahun berapa, bahwa pohon beringin di tengah alun-alun kota Batang meledak atau terdengar suara ledakan. Kemudian masyarakat di sekitar menghampiri sumber suara ledakan tersebut adalah seperti petasan atau mercon, tetapi di tempat tersebut tidak ada bekas kertas-kertas atau sisa-sisa ledakan petasan. Maka dari itu masyarakat  mempercayai hal tersebut sebagai kemarahan pohon beringin. Peristiwa tersebut terjadi setelah suatu saat tradisi Kliwonan atau pasar malam tidak dilaksanakan, dan pernah ada rencana dari pemerintah setempat akan memindahkan lokasi penyelenggaraan tradisi Kliwonan di lapangan Dracik Kelurahan Proyonanggan Selatan Kecamatan Batang. Di tempat lapangan Dracik diharapkan dapat menghindari kemacetan,karena termasuk daerah yang sepi.

                 Hal tersebut kemudian memberatkan para pedagang yang berjualan di pasar Kliwonan, karena dianggap terlalu jauh darijalan raya apalagi para pedagang yang berjualan di Kliwonan, karena dianggap terlalu jauh akhirnya oleh masyarakat setempat dipercaya bahwa leluhur dan juga pohon beringin tidak setuju jika lokasi penyelenggaraan Kliwonan dipindahkan apalagi ditiadakan. Namun ada atau tidaknya kepercayaan dan mitos tersebut tidak merugikan masyarakat pendukung maupun pemerintah setempat, karena tradisi Kliwonan tetap tertib dan lancar seperti sebagaimana adanya hingga sekarang ini.Mitos lainnya adalah tentang keberadaan makhluk halus yang ikut meramaikan tradisi Kliwonan. Dalam hal ini juga tidak ada penjelasan secarakhusus, karena hal ini menyangkut di luar nalar manusia. Konon makhluk halus tersebut beramai-ramai datang ke Kliwonan dengan menjelma menjadi manusia biasa. Ada pengakuan dari beberapa masyarakat pendukung yang membenarkan keberadaan makhluk halus tersebut. Tetapi mereka (makhluk halus) tidak mengganggu jalannya tradisi Kliwonan, terbukti dengan adanya tradisi tetap berjalan dengan lancar dan tanpa ada kendala.

1.        Tujuan Pelaksanaan Tradisi Kliwonan
Masyarakat Batang melakukan tradisi Kliwonan dalam rangka untuk mengenang  pendahulu mereka yaitu Bahurekso yang telah membabad atau membuka daerah Batang. Salah satu alasan mengapa dilaksanakannya tradisi inipada hari Jumat Kliwon, karena pada hari tersebut Bahurekso bertapa untuk mendapatkan kekuatan, sehingga dipercaya oleh para keturunannya bahwa padahari itu merupakan hari yang keramat. Selain untuk mengenang jasa leluhur masyarakat batang, tradisi Kliwonan juga digunakan untuk media ngalap berkah(mencari berkah), di antranya yaitu mencari jodoh, sarana pengobatan, mencarikeuntungan dalam berdagang. Jadi yang dimaksud dengan ngalap, berkah dalam tradisi Kliwonan itu meliputi ritual sebagai sarana pengobatan (guling-guling,mandi, membuang pakaian), berdagang untuk mencari berkah, berkah dari makan Gemblong dan Klepon, mencari jodoh dan lain-lain. Seiring dengan perkembangan jaman tradisi Kliwonan ini pun  mulai berkembang dan kemudian mulai berbentuk seperti pasar malam.
Kini maksud dan tujuan melaksanakan tradisi Kliwonan pun mulai bertambah yaitu ingin mencari rezeki bagi para pedagang di tengah keramaian dan para pengunjung yang sekedarberjalan-jalan untuk mencari kesenangan di tengah keramaian kota atau membeli barang yang ingin dibeli di pasar malam tradisi Kliwonan.Masih ada sebagian masyarakat pendukung tradisi yang melakukan  ritual penyembuhan penyakit bagi anak kecil dan beberapa muda-mudi yang sedang mencari jodoh yaitu dengan cara mencari kenalan dengan sesama pengunjung yang masih muda. Jadi dalam tradisi Kliwonan ini masyarakat pendukung Kliwonan pada umumnya hanya ingin mencari hiburan pada tradisi tersebut, atau memang sengaja ingin membeli barang yang diinginkan dan kepercayaan parapedagang terhadap berkah berdagang di pasar malam Kliwonan.

2.        Pelaksanaan dan Dampak Tradisi Pasar Kliwonan terhadap Upaya Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Batang.
     Pelaksanaan Tradisi Kliwonan sudah dilaksanakan sejak jaman dahulu. Hingga sampai Posmodern seperti ini pun masih dilaksanakan. Tradisi kliwonan ini diselenggarakan di alun-alun Kota Batang setiap 35 hari sekali atau disebut selapan dina menurut perhitungan Jawa tepatnya pada malam Jumat Kliwon.
Dulunya malam Jumat Kliwon digunakan untuk pengobatan/penyembuhan bagi masyarakat yang terkena guna-guna atau sakit. Seiring berlalunya waktu, maka terjadi pergeseran fungsi yang cukup drastis. Hal ini dikarenakan masyarakat sudah banyak yang beralih ke pengobatan yang lebih modern dan semakin banyaknya orang yang berjualan di malam Jumat Kliwon, sehingga mengganggu kesakralan kegiatan pengobatan. Sekarang pada malam Jumat Kliwon berlangsung pasar malam yang menjadi tempat bagi pedagang untuk mencari penghasilan. Adanya tradisi Pasar Kliwonan yang berlangsung setiap bulan secara tidak langsung telah menimbulkan dampak bagi upaya pemberdayaan masyarakat. Umumnya dampak yang ditimbulkan berupa dampak positif yang berupa peningkatan kesejahteraan dan adanya kesempatan bagi masyarakat untuk memberdayakan dirinya. Kalaupun ada dampak negatif, itu terjadi hanya saat pelaksanaan Tradisi Pasar Kliwonan berlangsung.

Pelaksanan Tradisi Pasar Kliwonan dapat dikatakan sebagai salah satu upaya pemberdayaan. Hal ini dikarenakan Pasar Kliwonan menjadi sarana untuk memberdayakan diri agar kesejahteraan hidup masyarakat dapat meningkat. Adanya dampak yang ditimbulkan oleh pelaksanaan Tradisi Pasar Kliwonan merupakan sesuatu yang biasa. Dampak positif yang ada dapat kita ambil manfaatnya, dan dampak negatif kita tinggalkan. Sehingga pelaksanaan Tradisi Pasar Kliwonan benar-benar bermanfaat bagi upaya pemberdayaan masyarakat Kabupaten batang. Semua pihak yang terkait dapat saling membantu agar pelaksanaan Pasar Kliwonan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud.

BAB III
PENUTUP
A.      Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1.        Tradisi malam Jumat Kliwon atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kliwonan berkaitan dengan cerita rakyat atau legenda dari daerah setempat yaitu Kabupaten Batang. Seiring dengan perkembangan masyarakat yang mencakup multi dimensi, tradisi Kliwonan mengalami perubahan fungsi menjadi sebuah pasar yang sering disebut dengan pasar kliwonan.  Sanksi apabila tradisi kliwonan tidak dilaksanakan adalah sanksi alam. Masyarakat mempercayai hal itu sebagai kemarahan nenek moyang mereka dan juga pohon beringin yang marah karena ini berbau mistis.
2.        Masyarakat Batang melakukan tradisi Kliwonan bertujuan untuk mengenang  pendahulu  mereka yaitu Bahurekso yang telah membabad atau membuka daerah Batang.  Selain untuk mengenang jasa leluhur masyarakat batang, tradisi Kliwonan juga digunakan untuk media ngalap berkah (mencari berkah), di antranya yaitu mencari jodoh, sarana pengobatan, mencarikeuntungan dalam berdagang.
3.      Tradisi kliwonan ini diselenggarakan di alun-alun Kota Batang setiap 35 hari sekali atau disebut selapan dina menurut perhitungan Jawa tepatnya pada malam Jumat Kliwon.
Sekarang pada malam Jumat Kliwon berlangsung pasar malam yang menjadi tempat bagi pedagang untuk mencari penghasilan. Adanya tradisi Pasar Kliwonan yang berlangsung setiap bulan secara tidak langsung telah menimbulkan dampak bagi upaya pemberdayaan masyarakat, baik dampak negatif maupun negatif.
dampak negatif, itu terjadi hanya saat pelaksanaan Tradisi Pasar Kliwonan berlangsung. Sedangkan dampak positifnya adalah Pasar Kliwonan menjadi sarana untuk  memberdayakan diri agar kesejahteraan hidup masyarakat dapat meningkat.
B.       Saran
Berdasarkan simpulan di atas, saya menyarankan kepada pembaca bahwa :
1.        Dampak positif yang ada dapat kita ambil manfaatnya, dan dampak negatif kita tinggalkan. Sehingga pelaksanaan Tradisi Pasar Kliwonan benar-benar bermanfaat bagi upaya pemberdayaan masyarakat Kabupaten batang.
2.        Semua pihak yang terkait dapat saling membantu agar pelaksanaan  Pasar Kliwonan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud.
3.        Kita sebagai bangsa Indonesia harus senantiasa saling menghormati keberagaman budaya yang ada di Indonesia terutama pada Era Postmodern seperti saat ini.




DAFTAR PUSTAKA


Sejarah Batik Pekalongan

Sejarah Batik Pekalongan diawalai dari batik yang dibuat oleh masyarakat Pekalongan yang kebanyakan tinggal di pesisir utara pulau Jawa. berbagai corak batik khas berhasil dihasilkan oleh orang Pekalongan hingga saat ini. Kini desain baju batik pekalongan yang hadir lebih di tekankan pada desain corak dan bahan yang semakin bagus dari tahun ke tahun, ditambah lagi dengan warna yang serasi maupun desain yang elegan menambah anggun serta adiluhungnya budaya busana tanah air. batik pekalongan dan penjelasannya serta informasi terkait kami sampaikan dibawah ini.

Sejarah batik Pekalongan

Sejarah Batik Pekalongan tidak tercatat secara resmi kapan mulai dikenal di Pekalongan, namun menurut perkiraan batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan menurut informasi yang tercatat di Disperindag, pola batik itu ada yang dibuat 1802, seperti pola pohon kecil berupa bahan baju.

Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang besar pada tahun 1825-1830 di kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa. Dengan terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton serta para pengikutnya banyak yang meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur serta Barat. Kemudian di daerah – daerah baru tersebut para keluarga serta pengikutnya mengembangkan batik.

Ke timur batik Solo serta Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulungagung hingga menyebar ke Gresik, Surabaya serta Madura. Sedang ke arah Barat batik berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon serta Pekalongan. Dengan adanya migrasi ini, maka batik pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin berkembang.

Seiring berjalannya waktu, Batik Pekalongan mengalami perkembangan pesat dibandingkan dengan daerah lain. Di daerah ini batik berkembang di sekitar daerah pantai, yaitu di daerah Pekalongan kota serta daerah Buaran, Pekajangan serta Wonopringgo.

Perjumpaan masyarakat Pekalongan dengan berbagai bangsa seperti Tiongkok, Belanda, Arab, Asia, Melayu serta Jepang pada zaman lampau mampu mewarnai dinamika pada desain dan pola serta tata warna seni batik di Pekalongan.

Oleh karena itu beberapa jenis pola batik hasil pengaruh dari berbagai negara tersebut yang kemudian dikenal sebagai identitas batik peklaongan. Desain itu, yaitu batik Jlamprang, diilhami dari Negeri Asia serta Arab. Lalu batik Encim serta Klengenan, dipengaruhi oleh peranakan Tiongkok. Batik Belanda, batik Pagi Uncomfortable, serta batik Hokokai, tumbuh pesat sejak pendudukan Jepang.

Perkembangan budaya teknik cetak batik tutup celup dengan menggunakan malam (lilin) di atas kain yang kemudian disebut batik, memang tak bisa dilepaskan dari pengaruh negara-negara itu. Ini memperlihatkan konteks kelenturan batik dari masa ke masa.

Batik Pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya pada ratusan pengusaha kecil, bukan pada segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik Pekalongan dikerjakan di rumah-rumah. Akibatnya, batik Pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan yang kini terbagi dalam dua wilayah administratif, yakni Kotamadya Pekalongan serta Kabupaten Pekalongan. untuk kabupaten pekalongan ada batik pekajangan dengan simbol koperasi batiknya

Pasang surut perkembangan batik di pekalongan, memperlihatkan Pekalongan layak menjadi ikon bagi perkembangan batik di Nusantara. Ikon bagi karya seni yang tak pernah menyerah dengan perkembangan zaman serta selalu dinamis. Kini batik sudah menjadi denyut nadi kehidupan sehari-hari warga Pekalongan serta merupakan salah satu produk unggulan. Hal itu disebabkan banyaknya industri yang menghasilkan produk batik. Karena terkenal dengan produk batiknya, Pekalongan dikenal sebagai Kota Batik. Julukan itu datang dari suatu tradisi yang cukup lama berakar di Pekalongan. Selama periode yang panjang itulah, aneka sifat, ragam kegunaan, jenis rancangan, serta mutu batik ditentukan oleh iklim serta keberadaan serat-serat setempat, faktor sejarah, perdagangan serta kesiapan masyarakatnya dalam menerima paham serta pemikiran baru.

Batik yang merupakan karya seni budaya yang dikagumi dunia, diantara ragam tradisional yang dihasilkan dengan teknologi celup rintang, tidak satu pun yang mampu hadir seindah serta sehalus batik Pekalongan.

Desain batik pekalongan
 
Corak batik pekalongan berbeda dengan corak batik daerah lain, tekstur warna batik pekalongan berbeda dengan kota Solo walaupun sama sama baik, tetapi banyak orang yang memilih di sesuaikan dengan waktu yang mau memakainya di sesuaikan dengan situasi yang tepat, serta melihat acara yang akan di selenggarakan oleh orang yang mengundangkita, baik batik tulis maupun cap semuanya punya kelebihan serta kekurangan sendiri.

Bahan Kain Batik Pekalongan

Banyak jenis bahan kain yang digunakan dalam pembuatan batik pekalongan seperti sutra, sunwash, serta yang paling populer tentunya bahan katun. Ada dua bahan kain katun yang sering digunakan oleh perajin batik pekalongan, yang pertama adalah kain katun primisima dengan kualitas terbaik serta kualitas eksport, bahan yang kedua adalah katun prima, sama halnya dengan katun primisima kain katun prima juga mudah menyerap keringat tidak panas saat di pakai, katun prima inilah yang sering dipakai oleh perajin batik pekalongan, meskipun kualitas katun prima dibawah katun primisima dalam kehulasannya tetapi dengan harga yang relatif lebih murah katun prima menjadi pilihan para perajin untuk menjangkau pasar yang lebih luas.

Senin, 15 Desember 2014

TARI GAMBYONG

Tari gambyong merupakan salah satu dari bentuk tari tradisional Jawa, khususnya Jawa Tengah. Tari gambyong merupakan hasil dari perpaduan tari rakyat dan tari keraton. Asal mula kata ‘Gambyong’ awalnya merupakan nama dari seorang waranggana atau wanita yang terpilih (wanita penghibur) yang mana pandai serta piawai dalam membawakan tarian indah serta lincah. Nama lengkap dari waranggana tersebut di atas ialah Mas Ajeng Gambyong. Awal mula, tari gambyong ini hanya sebagai bagian tari tayub atau dapat disebut tari taledhek. Istilah taledhek ini digunakan juga sebagai penyebut penari taledhek, penari tayub, serta penari gambyong. Sejarah dari Tari Gambyong yang berasal dari Jawa Tengah tersebut juga bisa diartikan sebagai tarian yang bersifat tunggal yang dapat dilakukan oleh wanita atau penari yang memang dipertunjukkan sebagai permulaan dari penampilan tari atau bisa disebut pesta tari. Gambyongan sendiri mempunyai arti golekan atau ‘boneka terbuat dari kayu’ dan menggambarkan wanita yang menari dalam pertunjukan suatu wayang kulit saat penutupan.
Seiring dengan perkembangan zaman yang makin maju, sejarah Tari Gambyong Jawa Tengah ini juga mengalami suatu perubahan serta perkembangan, khususnya dalam bentuk penyajiannya. Awalnya, bentuk sajian tari gambyong ini hanya didominasi oleh kreativitas serta interpretasi dari penari dengan pengendang sendiri. Di dalam urut-urutannyapun, gerak tari yang tersaji oleh penari berdasarkan atas pola dan musik dari gendang. Perkembangan selanjutnya atau kini, tari gambyong lebih didominasi adanya koreografi-koreografi dari tari gambyong. Perkembangan koreografi ini, dulunya diawali akan munculnya tari Gambyong Pareanom tahun 1950, tepatnya di Mangkunegaran, serta disusun oleh Nyi Bei Mintoraras. Setelah kemunculannya ini, yaitu tari Gambyong Pareanom. Mulai banyak pula varian dari tarian gambyong yang berkembang luar biasa di luar Mangkunegaran, diantaranya Gambyong Pangkur, Gambyong Ayun-ayun, Gambyong Sala Minulya, Gambyong Mudhatama, dan Gambyong Gambirsawit, Gambyong Campursari, serta Gambyong Dewandaru
Dari tahap ke tahap dahulu, perkembangan tari gambyong tahun 1980-an merupakan perkembangan penting dan yang paling pesat. Hal ini ditandai pula dengan semakin banyaknya bentuk dari sajian yang memodifikasi dari unsur-unsur gerak dengan adanya perubahan volume, tempo, kualitas gerak, dinamik, dan lain-lain. Makin meningkatnya dari frekuensi penyajian serta jumlah penari, dapat membuat tari gambyong menjadi sedikit berubah baik dari sisi sejarah Tari Gambyong Jawa Tengah dalam kehidupan yang bermasyarakat. Tari gambyong dulunya hanya sebatas berfungsi sebagai tontonan serta hiburan, kini berkembang lagi menjadi tarian untuk penyambutan tamu baik dalam berbagai acara formal ataupuntidak. Selain itu, dengan adanya peningkatan jumlah penari sebagai akibat dari bentuk sajian yang didesain secara masal serta ditambah lagi dengan rentang usia yang sanagt bevariasi. Dari anak-anak, gadis, hingga ibu-ibu atau dewasa. Saat ini, tidak kaget apabila bahkan seni tari gambyong ini telah berbaur di dalam berbagai tingkat pendidikan yang ada, yaitu dari mulai PAUD sampai Perguruan Tinggi. Demikian tari gambyong masih menjadi suatu pertanda bahwa sejarah tari ga,byong ini memiliki sifat njawani serta khas Jawa yang kental. Masih juga dilestarikan oleh generasi-generasi muda. Ya, siapa lagi yang akan menjaga dan melestarikan kekayaan kesenian dan budaya Jawa, Indonesia apabila bukan dari generasi muda sendiri. Termasuk dalam hal modivikasi dan inovasi tarian. Meskipun tariannya masih sama, dengan cara inovasi dan modifikasi, sebuah tarian dapat pula disebut fleksibel dan tak akan cepat goyah digilas kondisi kebobrokan dunia. Yang pasti, masih ada pegangan terhadap akar budaya Indonesia. Kelak, pasti nilai-nilai leluhur bangsa akan menjadi warisan terindah untuk bangsa. Sekian tentang tari gambyong

Senin, 08 Desember 2014

Jeritan Manah
Dening : Lis Iga Rosika

Nalika tresna ora bisa digambar
Pikiran ora maneh mbutuhake nalar
Sanajan panasing bumi
Sanajan adheming langit

Prasasat banyu
Ora namung mili
Nanging mlayu
gembrojog ana ing ati

Nalika nalar wis teka
Teka ing panggonane
Teka ing pikiran
Nanging awak wus kapiran

Aku pingin nggembor
Nanging kanggo apa?
Apa iya nggembor bisa nglunturke laraning ati iki?
Sliramu namung bisa ngomong ora bisa ngerti

Rak eling nalika wayah bengi kae?
Nalika sliramu ana ning kene

Apa ora eling kangmas...
Sliramu tansah rumangsa gagah
sanyatane ora genah

kangmas...
yen sliramu terus kaya ngene
aku ora sabe
kangmas...
Perjuangke aku kaya dene aku duwekmu