Selasa, 16 Desember 2014

MAKALAH TRADISI KLIWONAN DI KABUPATEN BATANG
oleh :
Lis Iga Rosika,
Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa,
Fakultas Bahasa dan Seni, 
Universitas Negeri Semarang



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
          Keanekaragaman kebudayaan pada setiap suku bangsa di indonesia menunjukkan kekayaan kebudayaan Nusantara. Masing–masing daerah di Indonasia memiliki corak kebudayaan yang berbeda–beda. Kebudayaan daerah adalah akar dari kebudayaan nasional. Oleh karena itu kebudayaan daerah harus dilestarikan dan dipertahankan. Salah satu usaha untuk mempertahankan kebudayaan daerah adalah melalui pelestarian folklor. Folklor sebagai sumber informasi kebudayaan daerah tidak bisa diabaikan dalam usaha menggali nilai- nilai dan keyakinan yang tumbuh dalam suatu masyarakat.
          Jika dilihat dari segi kebudayaan upacara atau ritual adat merupakan wujud kegiatan religi atau kepercayaan. Dalam masyarakat Jawa ”Kliwonan” merupakan rangkaian upacara adat yang sampai sekarang masih dilaksanakan. ”Kliwonan” adalah upacara adat pada malam Jumat kliwon untuk tolak bala atau menolak bala yang diselenggarakan masyarakat batang.  Di kalangan masyarakat Jawa yang masih kental dengan budaya dan mistik terdapat banyak upacara ritual, salah satunya diantaranya adalah upacara ritual. ”Kliwonan”  dikatakan sebagai ritual karena dilakukan secara tetap pada waktu tertentu, tidak berubah waktunya dan dilangsungkan secara turun-temurun. Kata Kliwon  berarti:  nama pasaran dalam penanggalan Jawa . Kliwonan adalah ritual sakral dengan tujuan untuk membebaskan, membersihkan  diri dari sesuatu yang dipandang  tidak baik atau buruk serta jahat.  Tradisi kliwonan tak khayal mendatangkan dampak dan asumsi masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, saya menyusun makalah yang berjudul “Eksistensi Tradisi Kliwonan  di Era Posmodern dan Dampaknya bagi Masyarakat Batang ”ini. Di dalam makalah ini saya akan mengupas secara singkat tradisi kliwonan yang hingga kini masih hidup dalam masyarakat  Jawa. Dengan adanya makalah ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang tradisi kliwonan yang merupakan salah satu bentuk dari budaya spiritual, yaitu budaya berserah diri, memohon, menyembah serta membangun upaya untuk meraih keselamatan hidup yang telah lama menjadi ciri dalam kehidupan masyarakat Jawa.




B.  Rumusan Masalah
Dalam makalah ini saya akan membahas tentang :
1.    Bagaimana sejarah dan mitos adanya pasar Kliwonan di Kabupaten Batang ?
2.    Apakah tujuan masyarakat melaksanakan tradisi kliwonan ?
3.    Bagaimanakah pelaksanaan dan dampak Tradisi Pasar Kliwonan terhadap upaya pemberdayaan masyarakat Kabupaten Batang?
C.  Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah :
1.    Untuk mengetahui sejarah dan mitos adanya pasar Kliwonan di Kabupaten Batang.
2.    Untuk mengetahui tujuan masyarakat melaksanakan tradisi Kliwonan.
3.    Untuk mengetahui pelaksanaan dan dampak Tradisi Pasar Kliwonan terhadap upaya pemberdayaan masyarakat Kabupaten Batang.


BAB II
PEMBAHASAN

1.        Sejarah dan mitos pasar Kliwonan
                 Tradisi malam Jumat Kliwon atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kliwonan berkaitan dengan cerita rakyat atau legenda dari daerah setempat yaitu Kabupaten Batang. Pada mulanya tradisi ini diadakan dengan maksud untuk mengenang jasa leluhur dan nenek moyang  Batang yang dulunya telahmembangun daerah Batang. Tradisi Kliwonan yang dulunya digunakan untuk ajang melakukan ritual-ritual sederhana kemudian berkembang seperti sekarangini. Kliwonan di daerah Batang mengalami perubahan dari bentuk dan fungsi yang secara sesungguhnya. Pada awalnya Tradisi Kliwonan merupakan sarana atau tempat pengobatan bagi orang sakit. Seiring dengan perkembangan masyarakat yang mencakup multi dimensi, tradisi Kliwonan mengalami perubahan fungsi menjadi sebuah pasar yang sering disebut dengan pasar kliwonan. Tradisi kliwonan ini diselenggarakan di alun-alun Kota Batang setiap 35 hari sekali atau disebut selapan dina menurut perhitungan Jawa tepatnya pada malam Jumat Kliwon.

                Sanksi apabila tradisi kliwonan tidak dilaksanakan adalah sanksi alam. Masyarakat mempercayai hal itu sebagai kemarahan nenek moyang mereka dan juga pohon beringin yang marah karena ini berbau mistis. Tetapi suatu kali pernah pada jaman dahulu dan tidak diketahui pada tahun berapa, bahwa pohon beringin di tengah alun-alun kota Batang meledak atau terdengar suara ledakan. Kemudian masyarakat di sekitar menghampiri sumber suara ledakan tersebut adalah seperti petasan atau mercon, tetapi di tempat tersebut tidak ada bekas kertas-kertas atau sisa-sisa ledakan petasan. Maka dari itu masyarakat  mempercayai hal tersebut sebagai kemarahan pohon beringin. Peristiwa tersebut terjadi setelah suatu saat tradisi Kliwonan atau pasar malam tidak dilaksanakan, dan pernah ada rencana dari pemerintah setempat akan memindahkan lokasi penyelenggaraan tradisi Kliwonan di lapangan Dracik Kelurahan Proyonanggan Selatan Kecamatan Batang. Di tempat lapangan Dracik diharapkan dapat menghindari kemacetan,karena termasuk daerah yang sepi.

                 Hal tersebut kemudian memberatkan para pedagang yang berjualan di pasar Kliwonan, karena dianggap terlalu jauh darijalan raya apalagi para pedagang yang berjualan di Kliwonan, karena dianggap terlalu jauh akhirnya oleh masyarakat setempat dipercaya bahwa leluhur dan juga pohon beringin tidak setuju jika lokasi penyelenggaraan Kliwonan dipindahkan apalagi ditiadakan. Namun ada atau tidaknya kepercayaan dan mitos tersebut tidak merugikan masyarakat pendukung maupun pemerintah setempat, karena tradisi Kliwonan tetap tertib dan lancar seperti sebagaimana adanya hingga sekarang ini.Mitos lainnya adalah tentang keberadaan makhluk halus yang ikut meramaikan tradisi Kliwonan. Dalam hal ini juga tidak ada penjelasan secarakhusus, karena hal ini menyangkut di luar nalar manusia. Konon makhluk halus tersebut beramai-ramai datang ke Kliwonan dengan menjelma menjadi manusia biasa. Ada pengakuan dari beberapa masyarakat pendukung yang membenarkan keberadaan makhluk halus tersebut. Tetapi mereka (makhluk halus) tidak mengganggu jalannya tradisi Kliwonan, terbukti dengan adanya tradisi tetap berjalan dengan lancar dan tanpa ada kendala.

1.        Tujuan Pelaksanaan Tradisi Kliwonan
Masyarakat Batang melakukan tradisi Kliwonan dalam rangka untuk mengenang  pendahulu mereka yaitu Bahurekso yang telah membabad atau membuka daerah Batang. Salah satu alasan mengapa dilaksanakannya tradisi inipada hari Jumat Kliwon, karena pada hari tersebut Bahurekso bertapa untuk mendapatkan kekuatan, sehingga dipercaya oleh para keturunannya bahwa padahari itu merupakan hari yang keramat. Selain untuk mengenang jasa leluhur masyarakat batang, tradisi Kliwonan juga digunakan untuk media ngalap berkah(mencari berkah), di antranya yaitu mencari jodoh, sarana pengobatan, mencarikeuntungan dalam berdagang. Jadi yang dimaksud dengan ngalap, berkah dalam tradisi Kliwonan itu meliputi ritual sebagai sarana pengobatan (guling-guling,mandi, membuang pakaian), berdagang untuk mencari berkah, berkah dari makan Gemblong dan Klepon, mencari jodoh dan lain-lain. Seiring dengan perkembangan jaman tradisi Kliwonan ini pun  mulai berkembang dan kemudian mulai berbentuk seperti pasar malam.
Kini maksud dan tujuan melaksanakan tradisi Kliwonan pun mulai bertambah yaitu ingin mencari rezeki bagi para pedagang di tengah keramaian dan para pengunjung yang sekedarberjalan-jalan untuk mencari kesenangan di tengah keramaian kota atau membeli barang yang ingin dibeli di pasar malam tradisi Kliwonan.Masih ada sebagian masyarakat pendukung tradisi yang melakukan  ritual penyembuhan penyakit bagi anak kecil dan beberapa muda-mudi yang sedang mencari jodoh yaitu dengan cara mencari kenalan dengan sesama pengunjung yang masih muda. Jadi dalam tradisi Kliwonan ini masyarakat pendukung Kliwonan pada umumnya hanya ingin mencari hiburan pada tradisi tersebut, atau memang sengaja ingin membeli barang yang diinginkan dan kepercayaan parapedagang terhadap berkah berdagang di pasar malam Kliwonan.

2.        Pelaksanaan dan Dampak Tradisi Pasar Kliwonan terhadap Upaya Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Batang.
     Pelaksanaan Tradisi Kliwonan sudah dilaksanakan sejak jaman dahulu. Hingga sampai Posmodern seperti ini pun masih dilaksanakan. Tradisi kliwonan ini diselenggarakan di alun-alun Kota Batang setiap 35 hari sekali atau disebut selapan dina menurut perhitungan Jawa tepatnya pada malam Jumat Kliwon.
Dulunya malam Jumat Kliwon digunakan untuk pengobatan/penyembuhan bagi masyarakat yang terkena guna-guna atau sakit. Seiring berlalunya waktu, maka terjadi pergeseran fungsi yang cukup drastis. Hal ini dikarenakan masyarakat sudah banyak yang beralih ke pengobatan yang lebih modern dan semakin banyaknya orang yang berjualan di malam Jumat Kliwon, sehingga mengganggu kesakralan kegiatan pengobatan. Sekarang pada malam Jumat Kliwon berlangsung pasar malam yang menjadi tempat bagi pedagang untuk mencari penghasilan. Adanya tradisi Pasar Kliwonan yang berlangsung setiap bulan secara tidak langsung telah menimbulkan dampak bagi upaya pemberdayaan masyarakat. Umumnya dampak yang ditimbulkan berupa dampak positif yang berupa peningkatan kesejahteraan dan adanya kesempatan bagi masyarakat untuk memberdayakan dirinya. Kalaupun ada dampak negatif, itu terjadi hanya saat pelaksanaan Tradisi Pasar Kliwonan berlangsung.

Pelaksanan Tradisi Pasar Kliwonan dapat dikatakan sebagai salah satu upaya pemberdayaan. Hal ini dikarenakan Pasar Kliwonan menjadi sarana untuk memberdayakan diri agar kesejahteraan hidup masyarakat dapat meningkat. Adanya dampak yang ditimbulkan oleh pelaksanaan Tradisi Pasar Kliwonan merupakan sesuatu yang biasa. Dampak positif yang ada dapat kita ambil manfaatnya, dan dampak negatif kita tinggalkan. Sehingga pelaksanaan Tradisi Pasar Kliwonan benar-benar bermanfaat bagi upaya pemberdayaan masyarakat Kabupaten batang. Semua pihak yang terkait dapat saling membantu agar pelaksanaan Pasar Kliwonan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud.

BAB III
PENUTUP
A.      Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1.        Tradisi malam Jumat Kliwon atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kliwonan berkaitan dengan cerita rakyat atau legenda dari daerah setempat yaitu Kabupaten Batang. Seiring dengan perkembangan masyarakat yang mencakup multi dimensi, tradisi Kliwonan mengalami perubahan fungsi menjadi sebuah pasar yang sering disebut dengan pasar kliwonan.  Sanksi apabila tradisi kliwonan tidak dilaksanakan adalah sanksi alam. Masyarakat mempercayai hal itu sebagai kemarahan nenek moyang mereka dan juga pohon beringin yang marah karena ini berbau mistis.
2.        Masyarakat Batang melakukan tradisi Kliwonan bertujuan untuk mengenang  pendahulu  mereka yaitu Bahurekso yang telah membabad atau membuka daerah Batang.  Selain untuk mengenang jasa leluhur masyarakat batang, tradisi Kliwonan juga digunakan untuk media ngalap berkah (mencari berkah), di antranya yaitu mencari jodoh, sarana pengobatan, mencarikeuntungan dalam berdagang.
3.      Tradisi kliwonan ini diselenggarakan di alun-alun Kota Batang setiap 35 hari sekali atau disebut selapan dina menurut perhitungan Jawa tepatnya pada malam Jumat Kliwon.
Sekarang pada malam Jumat Kliwon berlangsung pasar malam yang menjadi tempat bagi pedagang untuk mencari penghasilan. Adanya tradisi Pasar Kliwonan yang berlangsung setiap bulan secara tidak langsung telah menimbulkan dampak bagi upaya pemberdayaan masyarakat, baik dampak negatif maupun negatif.
dampak negatif, itu terjadi hanya saat pelaksanaan Tradisi Pasar Kliwonan berlangsung. Sedangkan dampak positifnya adalah Pasar Kliwonan menjadi sarana untuk  memberdayakan diri agar kesejahteraan hidup masyarakat dapat meningkat.
B.       Saran
Berdasarkan simpulan di atas, saya menyarankan kepada pembaca bahwa :
1.        Dampak positif yang ada dapat kita ambil manfaatnya, dan dampak negatif kita tinggalkan. Sehingga pelaksanaan Tradisi Pasar Kliwonan benar-benar bermanfaat bagi upaya pemberdayaan masyarakat Kabupaten batang.
2.        Semua pihak yang terkait dapat saling membantu agar pelaksanaan  Pasar Kliwonan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga tujuan yang ingin dicapai dapat terwujud.
3.        Kita sebagai bangsa Indonesia harus senantiasa saling menghormati keberagaman budaya yang ada di Indonesia terutama pada Era Postmodern seperti saat ini.




DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar