Rabu, 07 Januari 2015

BATIK TRUNTUM
Sejak zaman dahulu batik merupakan komponen utama bagi kehidupan masyarakat orang-orang Jawa. Dimulai dari ritual atau upacara kelahiran hingga pada saat kematian seseorang terjadi, semua bersangkutan memamkai komponen pada kain batik. Didalam kehidupan orang Jawa, batik merupakan hal penting. Setiap motif-motif pada batik memiliki arti sendiri. Banyaknya motif yang dimiki oleh batik Jawa bersangkutan pula pada makna yang tersirat didalam batik tersebut. Makna yang tersirat pada motif batik bersangkutan dengan perlambangan-perlambangan kehidupan.
Batik truntum adalah salah satu ragam hias batik dari Jawa Tengah yang terus diperkenalkan kepada masyarakat luas, khususnya masyarakat Indonesia sendiri dalam berbagai bentuk media, dan ilustrasi. Pada motif batik truntum terdapat idiom makna simbolik yang memiliki kandungan muatan kearifan lokal. sehingga makalah ini akan membahas makna filosofis yang terkandung pada motif batik truntum.
Batik truntum memiliki banyak motif yang beredar dimasyarakat luas, namun makna pada batik truntum tetap pada makan satu secara umum merupakan penggambaran dari ‘pembimbingan’ . Motif-motif batik truntumantara lain:truntumgaruda_btga818

  1. Makna Filosofis Batik Truntum
Batik Truntum: Sejarah, Filosofi, dan Versi Penciptaannya

Dalam filosofi dan sikap masyarakat Jawa terdapat beberapa versi. Sehingga dalam makalah ini dijelaskan dalam tiga versi, antara lain sebagai berikut,
Versi I:
Batik Truntum diciptakan oleh Kanjeng Ratu Kencana (permaisuri Sunan Pakubuwana III)  Surakarta Hadiningrat yang maknanya cinta yang tumbuh kembali. Beliau menciptakan motif ini sebagai simbol cinta yang tulus tanpa syarat, abadi dan semakin lama terasa semakin subur berkembang (tumaruntum). Bisa dikatakan, jika motif truntum merupakan simbol dari cinta yang bersemi kembali. Menurut kisahnya, Sang Ratu yang selama ini dicintai dan dimanja oleh Raja, merasa dilupakan oleh Raja yang telah mempunyai kekasih baru.
Pada suatu malam, perhatian Kanjeng Ratu Beruk tertuju pada indahnya bunga tanjung yang jatuh berguguran di halaman keraton yang berpasir pantai. Seketika itu juga ia mencanting motif truntum dengan latar ireng (hitam). Hal tersebut merupakan refleksi dari sebuah harapan. Walaupun langit malam tiada bulan, masih ada bintang sebagai penerang. Selalu ada kemudahan di setiap kesulitan, sekecil apa pun kesempatan, ia tetap bernama kesempatan.
Motifnya sederhana seperti taburan bunga-bunga abstrak kecil, sepeti kuntum bunga melati, atau seperti bintang yang bertaburan di langit. Batik motif truntum biasanya dipakai oleh orang tua pengantin pada hari pernikahan. Harapannya adalah agar cinta kasih yang tumaruntum ini akan menghinggapi kedua mempelai. Terkandung makna “ing ngarsa sung tuladha”, orang tua sudah lulus dari ujian cinta kasih, hingga layak dan wajib menuntun kedua mempelai memasuki kehidupan baru. Orang tua mempelai berharap agar cinta kasih yang tumaruntum tersebut akan tumurun kepada mempelai kebanggaannya, perwujudan sikap “tut wuri handayani”. Sebuah rangkaian keteladanan dan doa pengharapan tersimbulkan melalui motif truntum.
Motif truntum juga mengandung makna tumbuh dan berkembang. Demikianlah, orang Jawa selalu mendambakan bagi setiap keluarga baru supaya segera mempunyai keturunan yang akan dapat menggantikan generasi sebelumnya. Generasi baru itulah yang akan menjadi tumpuan setiap keluarga baru yang baru menikah untuk meneruskan segala harapan dan cita-cita keluarga sekaligus sebagai generasi penerus secara biologis yang mewarisi sifat-sifat keturunan dari sebuah keluarga baru. Semoga bermanfaat
Pada zaman dahulu, pembuatan batik yang pada tahap pembatikannya hanya dikerjakan oleh putri-putri dilingkungan kraton dipandang sebagai kegiatan penuh nilai kerokhanian yang memerlukan pemusatan pikiran, kesabaran, dan kebersihan jiwa dengan dilandasi permohonan, petunjuk, dan Ridho Tuhan Yang Maha Esa. Itulah sebabnya ragam hias wastra batik senantiasa menyembulkan keindahan abadi dan mengandung nilai-nilai perlambang yang berkait erat dengan latar belakang penciptaan, penggunaan, dan penghargaan yang dimilikinya.
Versi II:
Dalam Forum “Roundtable On Museum Textile” di Washington D.C. pada tahun 1979, K.P.T Hardjonagoro mengisahkan proses penciptaan ragam hias truntum karya Kanjeng Ratu Beruk, permaisuri Sri Susuhunan Paku Buwono III. Dalam kesedihan dan keprihatinan yang sangat dalam karena tidak lagi memperoleh cinta kasih Sri Baginda, Kanjeng Ratu Beruk menciptakan suatu pola batik dengan disertai doa dan permohonan rahmat kepada Sang Pencipta agar Sri Baginda kembali mencintainya. Permaisuri mengabadikan peristiwa “kembali tumbuhnya cinta kasih Sri Baginda” dan “kembali berkumpulnya Sri Baginda-Permaisuri” dangan memberi nama truntum pada ragam hias batik karyanya yang memang belum diberi nama itu. secara harafiah truntum berarti timbul atau berkumpul.
Termasuk kelompok motif Ceplok. Motif truntum menggambarkan bunga dilihat dari depan terletak pada bidang berbentuk segi empat. Truntum berasal dari teruntum –tuntum (bahasa Jawa) artinya tumbuh lagi. Taruntum memiliki arti senantiasa tumbuh, bersemi, semarak lagi. Pola batik truntum menggambarkan sebuah rangkaian bunga-bunga kecil berserta sari-sarinya.
Suatu pengharapan bagi pemakai motif ini, agar di dalam hidup berkeluarga hendaknya selalu terjadi hubungan yang harmonis, penuh kasih saying, baik kehidupan suami isteri, hubungan antara anak dengan orang tua dalam keluarga sendiri, maupun meluas ke keluarga orang ain dan masyarakat luas. Hal ini sesuai dengan fungsi motif truntum yang dikenakan pada saat upacara midodareni dan panggih dipakai oleh kedua orang tua pengantin (Suyanto, 2002: 17).
Versi III:
Motif truntum merupakan motif khas yang berasal dari wilayah Solo dan Jogja. Berdasarkan makna katanya, kata “truntum” sendiri bisa diartikan menjadi beberapa makna. Pemaknaan pertama, truntum berarti tumbuh atau bersemi kembali. Dari arti kata ini, motif truntum merupakan penggambaran persemian tentang kerukunan, kesuburan, kesejahteraan, kasih sayang, serta kesahajaan.Ada juga yang mengartikan truntum dengan menuntun. Disini, truntum merupakan motif yang berisi pengharapan akan suatu tuntunan terutama dari orang tua.
Karena keluhuran makna yang tersirat dalam motif truntum, motif ini menjadi pilihan motif batik yang dikenakan pada upacara pernikahan adat jawa. Pada awalnya, motif truntum hanya dikenakan oleh orang tua calon pengantin, namun lama kelamaan, mempelai pengantin juga mengenakan motif ini pada beberapa rangkaian adat pernikahannya.Seperti pada malam sebelum hari pernikahan tiba, atau dalam istilah jawa dikenal sebagai malam midodareni. Menjelang dirias, mempelai wanita mengenakan kain bermotif truntum, mempelai tidak diperbolehkan memakai perhiasan sampai dengan upacara midodareni selesai.
Motif kain ini mengandung makna filosofis  bahwa calon pengantin ini siap untuk dituntun. Makna tuntunan disini berarti tuntunan dari kedua orang tuanya, dan juga oleh tujuh saudara tua yang telah memandikannya pada acara siraman sebelumnya. Pengantin wanita siap untuk menjejakkan kaki dalam menyongsong kehidupannya yang mendatang.
Motif Truntum juga menyiratkan makna pengharapan agar calon mempelai dapat mengikuti norma dan nilai dalam kehidupannya kelak. Dengan demikian, maka calon pengantin akan dengan mudah dan ringan menjalani kehidupannya.
Pada acara upacara Panggih, motif truntum kali ini dikenakan oleh orang tua mempelai, sementara calon pengantin  memakai kain bermotif Sidomukti, Sidoluhur atau Sidoasih. Hal ini melambangkan pengharapan orang tua agar putra putrinya kelak tidak akan pernah kekurangan karena ‘rejekinya’ akan terus  mengalir. Orang tua yang menghantarkan kedua mempelai menempuh hidup baru ini berkewajiban untuk menuntun pasangan baru ini untuk menghadapi lika liku kehidupan yang akan ditemuinya nanti.
Tumbuh dan berkembang, itulah yang didambakan bagi pasangan yang baru membentuk satu keluarga yang baru. Layaknya truntum yang baru disemai, diharapkan pengantin yang baru menikah segera diberkahi keturunan yang dapat meneruskan harapan dan cita-cita, serta berbakti bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar