Rabu, 07 Januari 2015

TARI SULUNG DAYUNG

Berderet sinden dan pemain alat musik tradisional Jawa lengkap dengan busana abdi dalem kraton Yogyakarta. Gendhing-gendhing itu pun mulai mengalun, berirama, pelan nan menentramkan syahdu. Gamelan mulai ditabuh dan diikuti oleh alat instrument musik Jawa lainnya. Ketika kita menikmatinya dengan memejamkan mata, bagai merasakan kehidupan di jaman-jaman dahulu yang belum mengenal alat musik  modern seperti sekarang ini.

Alat musik Jawa berbentuk gamelan sudah ada sejak dahulu, bahkan sebelum pemerintahan raja Hamengku Buwono yang pertama. Keberadaannya tidak lepas dari kesenian, baik sebagai instrument musik Jawa yang dikenal sebagai “gendhing”, maupun sebagai pengiring sebuah tarian . Alunan musik pengiring tarian Jawa tidak lepas dari seperangkat alat musik gamelan yang menambah nilai seni dari sebuah tarian. Tarian-tarian Jawa  sendiri syarat akan makna didalamnya. Tidak terkecuali dengan tari tunggal bekso “Sulung Dayung” yang digerakan oleh seorang penari yang berlenggak-lenggok mengikuti gendhingan Jawa yang  mengiringinya. Lemah gemulai gerakan badan, tangan dan kaki sang penari membuat penonton terpukau. Guyuran air hujan yang makin deras tidak mengurangi rasa kagum terhadap tarian klasik kraton  ini (22/11/2012).
Sulung dayung, tarian klasik kraton yang menggambarkan gadis remaja yang sedang kasmaran (puber). Didalam gerakan tari  Sulung dayung sendiri tergambar sang penari sedang bersolek merias wajahnya. Dengan hati riang , bersolek dan menari-nari dalam tingkah lakunya. Hal ini pula yang menarik hati raja Hamengku Buwono XI yang memperistri seorang penari. Penari dijaman itu memiliki daya tarik yang sangat kuat, parasnya yang cantik, fisiknya yang elok dan kebisaannya dalam menari adalah nilai plus dari seorang perempuan Jawa. Jika dahulu seorang penari harus seorang abdi dalem karton, namun untuk sekarang ini tidak demikian. Penari bisa berasal dari luar kraton, yang intinya perempuan tersebut mampu melakukan gerakan tari Jawa. Walaupun demikian, tatacara dalam melakukan proses menari tetap mengikuti etika dari kraton, seperti “sembah nuwun”  salam sebelum memasuki area latar tari dengan menyatukan kedua telapak tangan . Tarian ini Tujuannya adalah untuk melestarikan dan mengembangkan tari klasik Yogyakarta dan Mataram.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar